Rabu, 19 Januari 2011

Psikologi Rasa : Menuju Manusia Tanpa Ciri Suryo Mentaram


Seorang agent of change adalah seorang pengubah yang berusaha untuk merubah keadaan  dari yang buruk menjadi baik. Perubah keadaan itu sudah menjadi keharusan bagi kita. Namun bagaimana kita menyebut diri kita sebagai tokoh revolusionis sejati bila kita tidak mengenal diri kita sendiri. Seorang yang menjadi suri toladan, tonggak perubahan harus  memahami pribadinya untuk menjadi pribadi yang baik. Beberapa tokoh psikologi memiliki teori- teori mengenai kesempurnaan diri manusia. Namun satu tokoh dari Indonesia bernama Ki Ageng Suryomentaram memiliki ilmu jiwa Kawruh Jiwa.
Ki Ageng Suryomentaram lahir pada tanggal 20 Mei 1892 adalah anak ke-55 dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Pada awalnya Ki Ageng dinamai dengan nama Bendara Raden Mas Kurdianadji. Sosoknya di awal keraton biasa saja seperti kebanyakan saudaranya. Beliau sekolah seperti biasa, belajar 3 bahasa Belanda, Inggris dan Arab. Selain sekolah Ki Ageng gemar belajar ilmu sejarah, filsafat, agama dan ilmu jiwa. Beliau juga pernah belajar mengaji dengan Ky Haji Ahmad Dahlan. Ketika umur 18 tahun Ki Ageng diangkat menjadi pangeran Harya Suryomentaram. Beliau juga pernah bekerja 2 tahun di kantor gubernur.
Serta merta menjalani hidup yang biasa bersama 79 saudaranya, Ki Ageng mengalami kekurangan. Ia merasa kekurangan di dalam kraton hingga akhirnya ia kabur dari kraton. Setelah pengelanaan dirinya dan ketika beliau memutuskan untuk keluar dari kehidupan kraton. Dirinya mendapatkan perjalanan perjuangan yang panjang dalam bidang pendidikan dan menelurkan ilmu jiwa. Salah satu perjuangan yang besar adalah mengembang pendidikan bersama Ki Hadjar Dewantara termasuk rumahnya yang menjadi balai pendidikan.
Sekilas tadi mengenai sejarahnya maka saatnya untuk mengenal ilmunya.  Pengajaran Suryo Mentaram tentang Kawruh Jiwa di masa perjuangan begitu banyak. Ajaran- ajarannya mengajarkan untuk menjawab pertanyaan aktualisasi dan kesempurnaan manusia. Begitu banyak yang diajarkan, salah satunya adalah ilmu Jiwa Kramadangsa. Kramadangsa adalah ilmu yang menunjukan kita untuk menjadi manusia yang sempurna atau menjadi manusia yang sehat 100%. Kramadangsa terbagi menjadi 4 tahapan yaitu tahapan juru tulis, 11 kelompok catatan- catatan, Kramadangsa, manusia tanpa ciri. Ketika masuk manusia tanpa ciri inilah menunjukan seseorang sehat 100%.
Tahap 1, Juru tulis, tahap pertama ini adalah seseorang yang mempelajari tentang dirinya. Seseorang mencatat di dalam ingatannya akan hal yang dialami dalam hidupnya. Jika anda makan sayur pecel maka anda akan merasakan nikmatnya pecel itu. Sehingga ketika anda menceritakan kepada teman- teman anda, anda bisa menceritakan kepada teman- teman anda bahwa pecel itu enak walaupun saat anda menceritakan anda tidak sedang makan pecel. Dalam tingkatan Juru tulis seseorang menulis di dalam ingatannya sehingga dapat mendeskripsikan sesuatu dengan akurat. Namun tulisan itu layaknya benda hidup yang dapat mati. Bila tulisan itu tidak diberi makan maka akan kering, kurus dan mati. Maka, ingatan itu perlu diberi makan dengan perhatian. Seseorang akan lupa kalau sayur pecel itu enak apabila ia tidak mengingat nikmatnya sayur pecel dengan mengingat kembali saat dirinya makan sayur pecel, atau makan sayur pecel lagi. Lupa menunjukan dengan mati, hal ini menunjukan tulisan enaknya sayur pecel telah mati. Begitupun ingatan pada hal yang lain, pada kebaikan, ajaran, nasehat, budi pekerti, norma, maupun moral. Seseorang akan membunuhnya apabila seseorang tidak memberinya makan dengan perhatian yaitu dengan mengingat, mengulang, mengamalkan.
Tahap 2, 11 kelompok catatan. Catatan yang tertulis di ingatan seperti benda hidup yang hidup makmur. Terdapat 11 kelompok catatan yang tertulis diingatan yaitu pertama, harta benda ; rumah, perhiasan, dll. Bersifat harta bendaku sehingga bila dikurangi akan marah namun ditambah akan senang. Kedua, kehormatan ; cara bersalaman, memberi pujian, dll. Bersifat sama seperti harta, bila tidak diberi kehormatan akan marah dan bila diberi kehormatan akan senang. Ketiga, kekuasaan adalah hak atas segala hal contohnya rumah bila diberi pagar menunjukan seluruh wilayah sampai batas pagar adalah kekuasaan sang pemilik rumah sehingga apabila ada orang yang masuk hingga melewati pagar tanpa izin sang pemilik berhak marah karena memasuki daerah kekuasaan orang lain tanpa izin. Hal ini juga sama bila diganggu/ dikurangi akan marah dan bila dibantu/ ditambah akan senang. Keempat, keluarga contohnya istri, anak, keponakan. Hal ini sama bila diganggu akan marah bila diberi akan senang. Kelima, golongan. Golongan ada yang disengaja dan ada yang tidak disengaja. Yang tidak disengaja misalnya golongan miskin, kaya, pintar. Namun golongan disengaja misalnya partai politik, agama. Hal ini sama bila diganggu marah, bila dibantu senang. Keenam, bangsa. Bangsa biasanya masuk tanpa sengaja karena sepenanggungan. Hal ini menunjukan sama bila dihina akan marah bila dipuji akan senang. Ketujuh, jenis. Hal ini menunjukan kita sama jenis manusia. Bila diganggu marah, bila dibantu senang. Ketika melihat orang dikejar babi hutan maka kita akan membunuh babi hutan itu dan membantu orang yang dikejar walaupun beda agama, suku, golongan karena orang yang dikejar dengan kita sejenis. Jenis manusia sehingga kita merasa tidak senang bila sesama manusia diganggu oleh makhluk dari jenis lain. Kedelapan, kepandaian ; berhitung, olahraga, dll. Hal ini sama bila diganggu marah bila dibantu senang. Kesembilan, kebatinan. Setiap orang berbeda- beda macam dan efeknya pada diri setiap orang. Kesepuluh, ilmu pengetahuan berupa pengetahuan psikologi, hukum, dll. Memiliki efek yang serupa bila diganggu marah, bila dibantu senang. Kesebelas, rasa hidup. Rasa untuk hidup ini adalah sesuatu disamping catatan- catatan yang ada di atas. Rasa hidup adalah suatu perasaan yang ada pada diri yang mendorong untuk memahami kalau seseorang perlu hidup. Aplikasi pada catatan dan rasa hidup adalah bila kita lapar lalu kita ‘ingin’ makan (ini di dorong dari rasa hidup) namun ternyata tidak ada sayur pecel yang nikmat maka urunglah kita makan. (Ini didorong dari catatan). Beda dengan anaknya yang tidak memiliki catatan nikmatnya sayur pecel. Bila ia lapar ia mencari makanan apa saja asal kenyang.
Tahap 3, Kramadangsa. Bila tahap kedua masih mencapai perasaan- perasaan maka tahap Kramadangsa ini menunjukan si ‘diri’nya. Diri yang menggerakan, menanggapi, melakukan sesuatu. Maka bila ingin makan sayur pecel ia mengambil piring, nasi, sambel dan sayurannya hingga dia makan pecel tersebut. Namun apabila ada sebuah masalah terjadilah dua jalur. Jalur simpang tiga dan jalur tahap keempat yaitu manusia tanpa ciri.
Tahap 4, Manusia tanpa ciri. Bila seseorang memiliki masalah lalu emosi dan mengeluarkan energi negatif maka orang itu termasuk pada persimpangan tahap 3. Maka orang tersebut terhenti pada tahap 3 belum bisa melanjutkan ke tahap 4 (Berjiwa Kramadangsa). Ke tahap 4 sendiri ‘manusia tanpa ciri’ adalah orang yang dapat menanggapi masalah dengan hati yang tenang. Sebetulnya yang dimaksud Kramadangsa adalah manusia dengan ciri sehingga manusia yang berhenti ini bila dihadapkan masalah keluar ciri yang sesungguhnya. Bila si miskin berhadapan dengan si kaya maka si miskin akan menunjukan identitas miskinnya begitupun si kaya, maka dalam pertemuan yang terjadi bertemu prasangka dengan prasangka. Ketika laki- laki melihat wanita cantik ia memamerkan kekayaan dan lain sebagainya. Sikap seperti ini diibaratkan buntut oleh Suryomentaram. Lain manusia tanpa ciri adalah orang yang mampu menggantikan ciri dirinya menjadi sesuatu yang baik. Menunduk, sederhana, integrasi, dan  mampu dekat dengan semua golongan. Tidak menunjukan siapa jati dirinya, namun mampu mengatur di mana diri dan sikap terbaik pada kondisi tertentu. Maka manusia tanpa ciri ini adalah sosok manusia yang sehat 100%.
Di sisi lain Suryomentaram juga menyebutkan seseorang selama hidup di dunia tidak akan pernah puas dengan keadaan yang saat ini dia capai. Beliau mengatakan ketika seseorang mencapai di satu tahap maka seseorang akan Mulur sehingga seseorang ingin mencapai tahap yang lain lagi. Sseseorang tidak akan pernah puas mendapatkan apa yang didapatkannya. Maka seseorang yang baik harus memiliki sikap mawas diri dengan mengenal dirinya sendiri sehingga setiap masalah  yang dihadapinya bisa diselesaikannya. Ini adalah bagian dari sikap manusia tanpa ciri.
Kita sangat baik berbicara bahwa kita adalah kaum intelektual, revolusionis, agent of change, elit, khilafah dan lain sebagaimana. Namun apakah asumsi yang manusia buat sepadan dengan asumsi Tuhan. Tentunya manusia sama saja. Kesempurnaan manusia tanpa ciri dari Ki Ageng Suryomentaram adalah sebuah gagasan untuk kita memahami diri kita sendiri. Bagi kita yang mengaku kaum- kaum yang disebut tentunya dapat menjadi manusia yang sehat jiwanya 100%. Sehingga semakin tinggi tingkat kecerdasan dan kemuliaan kita dalam berjuang maka kita harus mampu menunduk, dan dapat terintegrasi dengan segala strata. Bukan berbangga diri dengan kebaikannya sendiri sehingga mengeksklusifkan diri dengan bangga duduk di atas menara gading dan tidak mau turun kebawah karena orang- orang bawah adalah kotor dan tidak sepadan dengan dirinya.  Seorang yang baik harus dapat menjauhi sikapnya dari ciri-ciri sikap buruknya berganti dengan sosok yang anggun di masyarakat. Layaknya Nabi Muhammad SAW dengan suri tauladannya hingga mampu menyatukan berbagai bangsa menganut agama Islam rahamatan lil alamin dengan suka cita.
Redaksi Gugus Adab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template by : kendhin x-template.blogspot.com