Kamis, 20 Januari 2011

Obral Rahasia Konformitas : Menjawab beberapa permasalahan sosial


Di sebuah kamar, seorang teman bercerita. Iklan Ponds pernah melakukan survey se Asia mengenai sosok ideal orang sempurna (Hal tersebut dimaksudkan sosok paling tampan dan paling cantik). Survey dilakukan untuk mendapatkan model iklan yang tepat sehingga iklannya bisa disukai orang- orang seluruh Asia. Survey tersebut membuahkan hasil sosok ideal orang sempurna adalah orang Korea. Sebagaimana film- film drama Korea Selatan yang juga sangat digemari para manusia puber di Indonesia. Pernyataan itu menjadi berbeda ketika teman saya melihat sosok Korea itu di tempat kuliahnya. Orang mempersepsi tidak lagi sempurna tetapi ‘alay’. Sekalipun yang berpendapat itu pecinta film Korea namun ketika melihat manusia itu tetap dipersepsi ‘alay’. Pernyataan itu diteorikan oleh teman saya bahwa melihat realita di negeri ini, biasanya PKL (Pedagang Kaki Lima) bergaya seperti orang Korea. Namun teori tersebut langsung luntur karena di tempat kuliah teman saya benar- benar wajahnya yang memang mirip seperti orang Korea asli bukannya pedagang PKL yang seperti ‘bule ndeso’ (Itupun bagi penjual yang masuk dalam komunitas bule ndeso).
Setelah ditelaah lebih dalam tentang kasus di atas, ternyata jawaban tidak berpihak di kamar teman saya itu. Namun di depan meja perkuliahan. Jawaban itu terjawab dengan teori Konformitas yang bisa diperkuat dengan teori Atribusi Sosial, yang kemudian salah satu solusinya ditemukan dalam teori ilmuwan Indonesia Psikologi Rasa oleh Suryono Mentaram.
File ini tidak mengkhususkan untuk menjawab cerita teman saya. Tetapi file ini fokus pada pembahasan konformitas (sebagaimana teori ini dapat digunakan untuk menjawab berbagai permasalahan sosial).
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengertian Konformitas
Konformitas adalah satu per tiga bagian dari materi Pengaruh Sosial Sosial Influence. Konformitas sendiri memiliki beberapa pengertian yaitu :
Baron dan Byrne mengatakan konformitas adalah suatu situasi di mana seseorang berusaha menyesuaikan dirinya dengan keadaan di dalam kelompok  sosialnya karena individu merasa ada tuntutan, tekanan atau desakan untuk menyesuaikan diri.
Kiesler dan Kiesler mengatakan konformitas adalah perubahan perilaku, keyakinan atau perasaan yang dialami berubah menjadi perilaku, keyakinan atau perasaan di dalam kelompoknya. Perubahan tersebut dikarenakan ada tekanan pada individu dari kelompoknya yang berupa hal nyata atau imajiner.
Kedua pengertian tersebut ambil saja kesimpulan konformitas adalah “proses berubahnya dari perilaku, keyakinan atau perasaan individu menjadi perilaku, keyakinan atau perasaan kelompok”
Hal ini bisa kita ambil contoh, misalkan anda seorang diri dan bergabung dalam kelompok belajar matematika di mana pada kelompok tersebut orang- orang selalu memakai kemeja dan sepatu. Maka anda yang sebelumnya memakai kaos dan sendal menjadi merasa tidak enak dan pertemuan berikutnya memakai pakaian yang sama dengan kelompok anda walaupun bahkan kelompok tidak begitu peduli dengan pakaian anda. Saya rasa hal ini begitu besar terlihat di bangsa kita.

Mengapa Konformitas ?
            Dinamika konformitas, Seseorang melakukan konformitas karena seseorang sering merasa dirinya tidak selalu benar sehingga dia perlu feedback dari orang lain sehingga dia masuk ke dalam kelompok. Misalkan anda berpola hidup “A”, anda tidak akan merasa pola hidup anda sempurna apabila tidak menanyakan saran dan masukan dari orang lain. Hal inilah yang membuat anda ingin sama dengan orang lain dengan kelompok yang ada di sekitar anda atau seseorang dari kelompok yang memberi saran dan masukan kepada anda.
            Komparasi Sosial (Teori perbandingan sosial) :
1.      Individu ingin konformitas karena individu menilai bahwa kelompoknya benar dam individu merasa takut kalau dirinya ditolak kelompoknya.
2.      Individu takut kesepian



3.      Individu takut dianggap pembelot
Rose, Beirbeur dan Stofmant menyatakan :
1.      Dinamika konfirmitas terjadi karena ada perbedaan pendapat pada kelompok dan perbedaan tersebut menimbulkan rasa  tidak enak, ketidakenakan itu menjadi individu konform
2.      Individu takut dicap sebagai individu yang bodoh, menyimpang, gila.

Beberapa bentuk konformitas secara nyata bisa kita lihat contoh dari 2 kasus yang sudah dapat ditemukan di Indonesia. Bila anda melihat acara satu lawan banyak maka anda akan melihat seorang yang terkonformitas oleh kelompok yang bahkan seseorang itu tidak tahu siapa dia. Contohnya, tiba- tiba ada sekelompok orang lari maka ada satu orang yang berjalan kemudian ikutan lari juga. Contoh lain pemimpin primagama Purdi E. Chandra di mana mengawali kesuksesannya dengan konformitas. Beliau memberikan pelayanan bimbel gratis bagi siswa di lingkungan rumahnya, dengan syarat anak- anak harus bawa baju ganti, sepeda dan bekal makan. Jadi pada intinya anak- anak diharuskan memakirkan sepedanya di halaman tempat bimbel, anak- anak juga harus main dan makan bekal di halaman rumah. Hal ini menunjukan supaya tempat bimbel terasa rama maka atribusi orang menunjukan kalau bimbel ini laku dan berkualitas. Alhasil keesokan harinya banyak yang terkonformitas dan daftar bimbel dan banyar. Setahun kemudian cabangnya di mana- mana seluruh Indonesia.
Penelitian Konformitas
            Teori- teori konformitas ini sebenarnya sangat dipopulerkan oleh sebuah penelitian yang sederhana dan fenomenal. Penelitian ini dilakukan oleh Musafer Sharif dan Solomon Asch yang berjudul Autokinetik Fenomenom.
Autokonetik Fenomenom adalah suatu gejala di mana orang- orang akan bebas atau secara mandiri apabila sendirian. Tapi kalau di dalam kelompok pilihannya sesuai dengan apa yang dilakukan kelompok itu.
Penelitian itu adalah di dalam kelas Peneliti menulis di papan tulis sperti ini :
”Pilih dari jawaban di sebelah kanan mana garis yang sama dengan garis di sebelah kiri?”
                                                
Di dalam sebuah ruangan terdapat sekitar 15 orang. 8 orang di antaranya adalah asisten peneliti yang berpura- pura menjadi orang biasa. Asisten peneliti diberi instruksi harus menjawab “A” yang sebenarnya adalah jawaban yang salah. Kemudian saat disuruh menjawab, assisten peneliti menjawab “A” , kemudian yang benar- benar orang biasapun menjadi ikut- ikutanan menjawab “A” yang  jawabannya salah. Padahal jawaban yang benar adalah “C”.
Penjelasan lebih lanjut misal saja anda yang bahkan menganggap suatu penilaian terhadap pakaian yang ada di depan anda jelek karena orang- orang yang ada bersama anda berkata pakaian itu jelek. Padahal kalau anda sendirian mungkin saja anda berpersepsi kalau pakaian itu bagus.

Jenis- jenis Konformitas
Konformitas terbagi menjadi 2 tipe :
·         Simple Compliance/ Expendiance Conformity, yaitu konformitas yang berupa perifer. Konformitas yang dimaksud adalah konformitas dari luarnya saja sehingga tidak sampai termaktum di dalam hati. Konformitas ini digunakan seolah- olah hanya untuk menghindari hukuman atau mendapat hadiah. Contohnya : Di kampus subjek “A” mengikuti kebiasan yang ada di kampus untuk memakai jilbab karena memang peraturan di tempat itu menyuruhnya memakai jilbab.
·         Totaly Conformity/ Private Acceptance, yaitu kebalikan dari sebelumnya. Sseseorang berkonformitas karena memang kelompoknya sesuai dengan hatinya sehingga ia sama dengan kelompoknya sepenuh hati. Orang yang melakukan hal ini meyakini kalau kelompoknya benar. Contohnya : Subjek “A” memakai jilbab karena memang dia yakin kalau hal tersebut benar sehingga dia memakai jilbab sepenuh hati.

Faktor- faktor yang mempengaruhi Konformitas
1.      Besar kecilnya kelompok, semakin kecil kelompok maka semakin besar konformitas. Penjelasannya adalah sekarang kita berfikir di sebuah kelompok jama’ah pengajian akbar dengan kelompok pengajian dengan orang yang hanya berdelapan. Maka kedekatan kelompok akan lebih terasa pada jumlah kelompok yang lebih kecil karena semakin kecil semakin jelas individu satu dengan yang lain berkonformitas.
2.      Mayoritas, semakin banyak kelompok yang sama dan membuat konform maka semakin besar konformitas. Hal ini jelas , semakin banyak orang yang satu pemikiran di dalam kelompok maka semakin mudah individu untuk terkonform.
3.      Kejelasan Identitas, semakin jelas identitas kelompok tersebut maka semakin mudah orang yang ada di dalam kelompok tersebut terkonformitas.

“Beberapa pemikiran- pemikiran”
            Reinforcement, ketika seseorang diberi penguat supaya orang itu berkonformitas/ sama degan kelompoknya maka akan terjadi konformitas. Hal ini bisas dimaksudkan seperti reward dan punishment.
            Namun yang menariknya adalah pernyataan Duval mengenai self Esteem yaitu jika seseorang memiliki harga diri yang tinggi maka seseorang berkonformitas. Hal tersebut supaya tidak teralienasi. Dalam teori lain orang yang memiliki harga diri yang tinggi tidak langsung terkonformitas. Namun apabila ada kelompok yang dikaguminya baru berkonformitas.
            Teralienasi (alien = makhluk asing) adalah seseorang yang tidak berkonformitas di dalam suatu kelompok sehingga tampak asing. Asing bisa karena kondisi objektif memang beda sendiri, atau memang dikucilkan karena dia paling berbeda.
Syndrome Alienace adalah sindrom ketidaknyamanan kalau tidak terkonformitas.

Mengapa orang bisa dengan rela masuk kelompok dan berkonformitas ?
Saya sendiri bukan hanya mahasiswa S1 Psikologi Universitas Muahammadiyah Surakarta, tapi saya juga masuk organisasi kemahasiswaan (IMM) di dalamnya. Tentunya tak mudah bagi saya langsung masuk ke dalam organisasi tersebut karena beralasan Tujuan dan Ideologi Persyarikatan (It’s hypocrite). Maka tentu ada tahap- tahap mengapa orang bisa masuk ke dalam organisasi tersebut :
1.      Kesesuaian (Frame of Value) “SINA sistem individu nilai dan asumsi” adalah seseorang akan melihat dahulu organisasi ini sesuai tidak dengan nilai yang dianut oleh saya. Bukan berarti nilai agama atau hal yang lebih private lagi. Nilai disini bisa jadi kesukaan, gaya hidup, norma yang ada di dalam diri, dan lain- lain. Misalnya saya suka masuk organisasi theater itu karena saya dari SD suka baca puisi dan itu hobi.
2.      Density / Keramaian di dalam kelompok : seseorang akan melihat ramai atau tidak kelompok tersebut. Misalnya ternyata di theater itu asyik dan ramai banyak orang baik- baik.
3.      Sosial Popularity : Di masyarakat dan lingkungan terkenal/populer/bonafit/familiar atau tidak. Misalanya ternyata selain ramai, organisasi ini juga profesional sehingga familiar di kalangan mahasiswa se universitas. Bila teater ini tampil pasti banyak penonton yang menantikan aksinya.
4.      Tujuan : Tujuan dari organisasi ini. Misalnya saya sudah memasuki tiga tahap hingga keempat tujuan. Maka saya juga setuju dengan tujuan organisasi tersebut yang bertujuan menghibur masyarakat kampus dan masyrakat umum, lalu menjadi media aspirasi rakyat bawah, dll.
5.      Ideologi (Filosofis) : Menunjukan nilai- nilai apa yang dibangun di organisasi tersebut. Misalnya kemudian setelah saya setuju dan menjalankan sesuai tujuan saya juga terkonformitas di ideologi organisasi tersebut yaitu mengenal plularitas dan kebersamaan. Maka saya tidak membeda-bedakan SARA dan mau turut tertawa bersama walau tidak ada kegiatan demi bersosial pluralitas itu.

Orang- orang non Konformitas
Non konformitas sendiri terbagi menjadi 2 yaitu anti konformitas dan independence :
1.      Antikonformitas : orang yang satu ini memang punya sifat penentang, tidak mau sama dengan kelompok di sekitarnya mau menentang aturan dan konformitas yang ada. Contoh : seorang budak yang menentang tidak mau bekerja sebelum gajinya naik. Padahal teman- temannya nurut saja sama atasannya yang itu sudah jadi aturan.
2.      Independence : orang yang teguh pendiriannya. Misalnya Bob Sadino yang tetap saja pakai celana pendek ke mana- mana padahal biasanya orang- orang pakai celana panjang dan lain sebagainya.
Ada 4 hal orang non konformitas yaitu
-          Reactance/kebebasan = memberikan reaksi untuk tidak terbelenggu. Orang ini benar- benar tidak ingin terbelenggu oleh aturan, keseharian, prespektive yang sudah terbangun di lingkungannya.
-          Mencari perhatian = Jelas. Karena gayanya yang beda sendiri sehingga perhatian tertuju padanya.
-          Unique/unik = ingin menjadi orang unik/ beda sendiri
-          Deindividuasi= ingin mengaburkan identitas karena kalau orang mudah dikenali orang jadi tidak bebas beraktifitas. Misalnya, ada demo semua orang pakai almamater. Orang tersebut malah pakai baju hitam pegang kamera berlagak wartawan. Sewajarnya mahasiswa yang turut memakai almamater dan demo, orang itu jusru bebas berkeliaran mengambil gambar dan berita dari banyak sisi.

Tambahan tentang kasus remaja
Ketika saya mengikuti perkuliahan psikologi perkembangan 2 mengenai remaja awal. Saya mendapatkan sifat- sifat remaja yang salah satunya disebut equarell (maaf kalau mungkin tulisannya salah, nanti akan saya bahas panjang lebar di bab usia remaja dini. E***** ini mengartikan bahwa remaja mudah terbawa emosinya sehingga ingin berkelahi karena ikut-ikutan temennya berkelahi. Maka hal ini bisa dihubungkan dengan konformitas. Mengapa remaja tauran bukan berarti remaja itu mengerti betul permasalahan yang terjadi di lapangan. Namun bisa karena ikut- ikutan terkonformitas dengan kelompoknya. Jaga remaja- remaja anda karena masa- masa remaja mudah di provokasi. 
Sumber : Psikologi Sosial 2 pengampu pak Soleh Amini
Lihat juga Compliance, Obodience
Tanggal 21 Januari 2011 Jam 10.52

Gugusasa
                                                                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template by : kendhin x-template.blogspot.com