Jumat, 18 Februari 2011

Gerbang Kampus - Psychoart Bab 1

Aku adalah

Seorang Laki- laki

Tanpa Batas

Tidak ada Aturan Manusia

Tidak ada Batasan Idealisme Manusia

Yang mampu menghentikanku

Berkehendak.



Dan roda motor pun terus berputar melintasi kota Surakarta yang lengang. Di awali dengan senyum yang dipaksakan, jari jemari ini terus memegang erat stang motor. Tak tanggung- tanggung, jari kanan ini mengerat dan menarik gas motor dengan kencangnya. Satu persatu gigi dinaikan untuk menambah kecepatan. Berpuluh kendaraan yang menghalangi jalan, bisa kulalui dengan lancar. Ini adalah kehendakku, aku akan meraih sesuatu yang ingin aku lalui sesuai kehendakku.

Pagi hari, pukul 06.30 WIB, seperti orang gila saja. Saya harus memaksakan mataku, dan kuperintahkan mata ini menyadarkan sang otak. Sehingga otak mengalirkan mandatnya menggerakan seluruh tubuh. Ya, saya harus sadar. Karena pagi ini sama seperti tiga tahun lalu. Ketika aku menghadiri acara perpisahan SMAku. Sebuah ritual perpisahan di mana setiap siswanya mengenakan pakaian rapih. Pria mengenakan jas, dan yang wanita mengenakan kebaya. 


Begitupun aku, aku mengenakan jas hitam yang kedua sisi kerah bajunya menekuk bermotif membentuk petir menandakan dada pria yang gagah, Di dalam jas yang ku kancingkan 3 kancing, terdapat kemeja putih yang kemilau layaknya eksekutif muda, kemeja itu kumasukan ke dalam celana panjang kain berwarna hitam. Celana itupun diikat dengan ikat pinggang yang tak kalah serasinya dengan warna sang celana, atau paling tidak logo ikat pinggangnya yang seangkuh kerah sang jas. Beralaskan sepatu pantofel hitam dan dibalut kaos kaki hitam. Sebatas ini saya masih terlihat seperti bos besar. Namun, tidak setelah kita mendengar kata finishingnya. Memang seperti ketika saya bermain catur, sekalipun saya pandai dipeperangan, saya kurang pandai difinishing. Mala petaka inipun berarti di dalam pakaian perpisahan ini. Finishing saya yang memakai tas ransel agak besar. Di dalam tas ransel ini sebetulnya ada berlembar- lembar data script yang top secret. (Kelihatan keren ya..) . Ketika saya memasuki gerbang gedung pertemuan di TMII Jakarta, saya layaknya sebuah hal bodoh yang berpenampilan sedikit aneh. bagaimana mungkin, bos besar yang dengan bangga membawa ibu kandungnya sendiri ke dalam altar ritual eksklusif, membawa tas ransel agak besar layaknya pembantu.

Aku rem mendadak motorku. Kembali saya dikagetkan kenyataan. Ibu- ibu tua renta yang jalan melintas di depanku. Langkah kakinya begitu perlahan seolah mengingat dirinya yang menikmati masa hidupnya (atau paling tidak sebenarnya dirinya mengumpat dalam hati, mengapa bertahun- tahun sampai tua hidupnya masih sengsara saja. hehe). Kehadiran yang mengagetkan itu mengingatkanku akan hari ini. Seolah kutukan 3 tahun yang lalu terjadi padaku. Dengan pakaian yang sama, jas, kemeja, celana hitam panjang, sepatu pantofel, dan ransel agak besar yang penuh dengan data script top secret. (Namun top secret kali ini karena saya membawa data psikologi orang). Yang bahkan dengan jas yang saya pakai saya malah semakin seperti pembantu.

Bertebaran sms yang mengharuskanku sampai ke gerbang kampus sebelum pukul 07.00 untuk menjadi koordinator eksperimen. Membawaku pada kenyatakan masa lalu dan masa kini. Belum otak nakalku berulah, sudah kustandartkan motorku di parkiran kampus psikologi. Seperti halnya tiga tahun yang lalu. Kulangkahkan kakiku dengan gaya yang begitu gagah bersama jas yang kerah baju petir layaknya pria perkasa yang begitu angkuh. Namun, 5 detik kemudian 2 orang meneriakiku, dan kulari sekuat tenaga menuju gerbang. Kini terlihat semakin dibelakang yang aku seperti pembantu mengenakan tas ransel yang agak besar.

Namun, aku adalah aku. aku adalah laki- laki hari ini. Aku bukanlah laki- laki 3 tahun yang lalu yang tanpa sebab membawa ransel agak besar dengan penuh kebodohan. Aku adalah laki- laki yang saat ini berlari. Tidak ada aturan manusia, tidak ada batasan idealisme manusia, yang mampu menghentikanku berkehendak. Tak lama kemudian, kedua tangan yang berbeda merangkulku untuk cepat menapakkan kaki di sebuah gerbang. Kedua telapak itu adalah Tomi dan Faruq. 2 orang yang sebentar lagi mengantarkanku di sebuah gerbang. Layaknya saya yang menuju gerbang 3 tahun yang lalu dengan penuh kebodohan. Satu, dua, tiga. Kakiku sudah sampai di perbatasan antara lantai kampus dan tangga luar. Sedetik kemudian ku putar punggungku kebelakang. Lalu aku mengatakan kepada kedua temanku,"ayolah sob, setelah kita melintasi gerbang ini. Kita adalah laki- laki tanpa batas, kita adalah laki- laki yang haus akan mimpi dan kegilaan. Saatnya kita bersikap dengan penuh kecerdasan." Empat, Senyumku seolah berubah menjadi senyum penuh keiklasan, kulalui gerbang kampus dan saatnya untuk mendeklarasikan diriku, bahwa aku bukanlah laki- laki tiga tahun yang lalu. Aku adalah laki- laki hari ini.

Admin gugusasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template by : kendhin x-template.blogspot.com