Senin, 04 April 2011

Rusunawa - Psychoart Bab 1

Cahaya matahari yang mulai meredup. Semua yang mengaku keluarga psikologi sudah mulai angkat kaki meninggalkan kampus menuju tempat kediamannya masing- masing. Begitupun saya, Faruq dan Tomi yang pakaian praktikumnya sudah mulai acak- acakan. Selepas dari praktikum eksperimen yang menyenangkan, kamipun melepas beberapa beban fikiran yang sebagian besarnya sudah kami tinggal di laboratorium eksperimen. Kami semua menunggangi motor kami lagi dan menuju ke tempat kediaman Faruq. Ya, tempat kediaman yang akan menjadi awal cerita berikutnya. Tempat itu adalah Rusunawa.





Rusunawa yang dimaksud adalah sebuah bangunan milik kampus UMS yang terletak di pekarangan paling belakang UMS itu sendiri. Bangunan ini berjumlah 2 gedung dan masing- masing gedungnya memiliki 5 lantai. Tentu di dalamnya disediakan banyak kamar untuk tempat tidurnya kaum intelektual muda Indonesia. Di setiap kamarnya disediakan 3 tempat tidur. Hal ini dimaksudkan supaya dalam pembayaran yang setiap bulannya (mahal), bebannya akan dikurangi bila disitu terdapat 3 orang yang tidur bersama 1 kamar. Namun, di tempat itu banyak sekali fasilitas seperti free internet, free laundry, sampai free sholat 5 waktu. (Kenapa jadi promosi sich -__-')


Begitupun Faruq, seorang manusia mantan Pondok berasal dari kota Palu dan ternyata memilih tempat rusunawa sebagai tempat tidurnya,yang katanya hampir sama suasana Islamnya dengan di Pondok. Kini kami sudah di ruangannya. Ternyata perjuangan tanpa batasku tidak sebatas kami bertiga, 2 orang laki- laki lagi yang tinggal sekamar dengan Faruq yaitu Anang, dan Adit. Mereka berdua satu angkatan dan satu Fakultas dengan kami. Yup's, ketika pagi kami masih bertiga, kini di sebuah kamar yang setiap 1 kamarnya ada 3 tempat tidur, kami menjadi berlima. Faruq, Adit, Anang tinggal sekamar. Saya dan Tomi tinggal di rumah kakek dan nenek kami masing- masing.


Kami berlima kini berada di sebuah ruangan. Kami mengingat masa lalu, kami adalah satu kesatuan. Semua kegiatan kampus dan lainnya kami lakukan bersama. Namun, semakin banyaknya jumlah semester ternyata kami semakin angkuh. Tomi dan Faruq yang asyik pergi melancong keluar dinamika kampus yang malah menjadi wartawan di sebuah LPM di Universitas, Adit yang selalu bangga setelah dirinya latihan silat dan pergi membantu ibunya di SLB, Anang yang setia terhadap perjuangan dakwahnya dengan menjadi kakak mentor keIslaman serta terkungkung menjadi Assisten Laboratorim di kampus Psikologi. Lalu, bagaimana dengan aku? Ya, aku sendiri yang bergerah- gerah menjadi aktivis di suatu pergerakan intra kampus.


Salah seorang dari kami berkata,"berlama- lama kita berpisah dan bahkan kita seperti tidak mengenal satu dengan yang lainnya. Padahal dulu kita begitu kompak." Salah satu orang juga menimpali "Ya, sudah. Bagaimana kalau kita merumuskan sebuah komunitas dari kita, tanpa ada struktural, tanpa ada program kerja yang memberatkan kita, kita harus membuat suatu komunitas di mana ketika kita berkumpul, semua kepenatan dari masing- masing kita hilang.!"  Faruq pun mengakhiri,"bagaimana kita membentuk IMTI." Ya, itulah IMTI. IMTI singkatan dari Ikatan Mahasiswa Tanpa Ikatan. Sebuah nama yang sebetulnya sudah dirumuskan oleh seorang Faruq sebagaimana dirinya yang memang semenjak semester 2 sudah minim teman. (nb: mesakke) IMTI ini sebetulnya adalah aplikasi dari sebuah organisasi yang bukan organisasi, sebuah ikatan tapi bukan ikatan, sebuah perkumpulan yang menunjukan eksistensinya melalui ketidakterikatan dan keseriusan. Namun hal itu yang membuat kita semakin kompak.


Adalah sebuah malam yang semakin larut, di mana sang bulannya selalu memberi cahaya sebagai suatu eksistensi satelit, padahal sinarnya adalah tipuan karena sesungguhnya sinar tersebut pantulan dari sang matahari. Namun sinar tipuan inilah yang menyadarkan manusia bahwa yang dilihatnya adalah kenyataan. Begitupun kami, apa yang akan kami bangun adalah sebuah konsep yang besar, padahal kami sendiri berdiri di balik pilar- pilar ikatan yang semu. Namun hal inilah yang membuat kami semakin terikat, dan itu nyata. Ada orang desa yang berangkat dengan vespa bututnya dari Rembang, ada pendekar yang mengaku turun gunung dari Boyolali, ada ustadz yang gagah berani menerjang peradaban dari Sragen, ada manusia pondokan yang merantau dari Palu, dan ada pria aneh yang mencari ketenangan dari Bekasi. Lewat (yang sementara namanya) IMTI inilah kami mencari eksistensi baru.


Perbedaan bukan menjadi masalah, biarlah ilmu pengetahuan yang mencari kesamaan dari perbedaan yang kami miliki. Di sebuah malam, di sebuah cahaya bulan. Gambaran besar sebuah konsep dari hari esok akan kita jalani, dan seketika itu matahari mulai naik dan menantang kami untuk beraksi kembali. Sebagai seorang yang diutus orang tua kami, seorang mahasiswa, seorang manusia Indonesia yang mencari eksistensinya dalam kemajuan (minimal) untuk dirinya sendiri, dan sebagainya seorang laki- laki yang sering disebutkan dalam cerita ini. Laki- laki tanpa batas.


Kami tidak akan tahu tepatnya kapan hari itu akan menindas kami dengan sebuah perpisahan. Namun mumpung kami masih mencari kunci untuk memulai melangkah, di gedung rusunawa ini, kami menikmati malam dengan cahaya rembulannya dan tentunya kami akan menikmati esok pagi....


Admin gugusasa

1 komentar:

  1. Baccarat | Play Online | Free | Casino | Slots | Poker | Roulette
    Baccarat is the most 온카지노 exciting game to be played 바카라 in. For the player to win the bet, the first thing is to 1xbet play with a card that is more than the dealer

    BalasHapus

Template by : kendhin x-template.blogspot.com